Pahami Apa Itu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Cara Tepat Menghadapinya

Anda mungkin berpikir kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) identik dengan pelecehan fisik, seperti pemukulan. Namun kenyatannya, bentuk kekerasan ini bisa beragam, dan korbannya pun tidak hanya perempuan. Mengenal berbagai bentuk KDRT ini dapat membantu Anda mencegah tindak kekerasan yang mungkin terjadi di dalam rumah tangga Anda. Untuk itu, simak informasi berikut untuk lebih jelasnya.

Apa yang dimaksud kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)?

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah bentuk hubungan yang abusive di dalam rumah tangga. Lebih lengkapnya, definisi KDRT dijelaskan melalui Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Dalam undang-undang tersebut tertulis, kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Ini artinya, KDRT tidak hanya identik dengan kekerasan secara fisik, tetapi juga bentuk-bentuk pelecehan lainnya yang merugikan korban. Adapun korban dan pelakunya bisa siapapun, yaitu suami, istri, anak, atau orang-orang yang mempunyai hubungan dengan orang tersebut di dalam rumah yang sama.

Umumnya, KDRT dilakukan oleh pelaku dengan satu tujuan, yaitu mendominasi dan mengontrol korban. Seorang pelaku kekerasan menggunakan rasa takut, bersalah, malu, dan intimidasi untuk membuat korban tetap berada di bawah kontrolnya dan agar sulit lepas dari jerat hubungan abusive tersebut.

KDRT dan Konflik Rumah Tangga Selama COVID-19 di Indonesia

Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, KDRT bisa terjadi dalam berbagai bentuk. Berikut adalah beberapa bentuk pelecehan yang tergolong ke dalam kekerasan dalam rumah tangga:

  • Kekerasan emosional atau psikologis

Kekerasan emosional atau psikologis umumnya berupa kekerasan verbal, seperti teriakan, ancaman, caci maki, penghinaan, dan intimidasi yang meremehkan seseorang. Ini juga dapat berupa isolasi dan pengendalian perilaku, seperti memberi tahu korban cara bertindak atau berpakaian dan tidak memberikan kesempatan kepada korban untuk bertemu dengan keluarga atau teman.

Meski bekas dari bentuk kekerasan ini tidak tampak, tetapi dampak dari kekerasan emosional bisa sama-sama merusak korban. Sebagai contoh, kehilangan kepercayaan diri hingga gangguan mental tertentu, seperti depresi.

  • Kekerasan fisik

Sebagaimana namanya, kekerasan fisik dalam rumah tangga melibatkan tindakan yang menyakiti dengan menggunakan kekuatan fisik, termasuk memukul, menendang, membakar, mencubit, menampar, menggigit, menjambak, atau bentuk lainnya. Bentuk kekerasan ini menimbulkan dampak yang nyata, seperti memar, patah tulang, hingga kematian.

  • Kekerasan ekonomi

Kekerasan ekonomi dilakukan dengan menggunakan uang untuk mengontrol korban. Pelaku berupaya untuk membuat korban bergantung secara finansial dengan mengendalikan seluruh akses keuangan.

Ini bisa berupa mengontrol keuangan dengan ketat, membatasi uang saku atau menahan kartu kredit, memperhitungkan setiap lembar uang yang dibelanjakan, menahan kebutuhan dasar, membatasi atau melarang korban bekerja, hingga mencuri uang korban. Adapun di dalam undang-undang mengenai kekerasan dalam rumah tangga, tindakan seperti ini disebut dengan penelantaran rumah tangga.

  • Kekerasan seksual

Jenis kekerasan seksual dalam rumah tangga biasanya berupa pemerkosaan dalam perkawinan. Namun, pemaksaan atau kekerasan seksual terhadap anak maupun orang lain yang menetap di lingkup rumah tangga juga kerap terjadi. Lebih lengkapnya, berikut bentuk-bentuk pelecehan seksual dalam KDRT berdasarkan definisi dari United Nations (UN):

  • Menuduh pasangan selingkuh atau cemburu yang berlebihan pada pasangan.
  • Memaksa berpakaian yang menarik secara seksual.
  • Menghina dengan cara seksual atau memanggil dengan nama atau sebutan yang tidak senonoh.
  • Memaksa atau memanipulasi untuk berhubungan seks.
  • Menahan saat berhubungan seks.
  • Menuntut berhubungan seks saat Anda sakit, lelah, atau setelah dipukuli.
  • Menyakiti dengan benda atau senjata saat berhubungan seks.
  • Melibatkan orang lain dalam melakukan aktivitas seksual dengan pasangan.
  • Mengabaikan perasaan korban tentang seks.

Sama seperti kekerasan fisik, dampak dari bentuk pelecehan ini pun bisa tampak nyata. Dampak dari kekerasan seksual bisa berupa trauma fisik dan mental hingga berujung kematian.

Apa yang harus dilakukan korban kekerasan dalam rumah tangga?

penyebab kekerasan dalam pacaran

Lepas dari jerat KDRT memang tidak mudah dilakukan. Umumnya, korban KDRT bertahan dalam pernikahan karena dihantui rasa bersalah pada pasangannya.

Ia berpikir ada kesalahan di dalam dirinya yang membuat pasangan atau orang lain di dalam rumah tangga melakukan tindak KDRT. Tak hanya itu, pelaku KDRT juga mungkin bisa bertindak lebih kejam jika korban meninggalkan hubungan.

Padahal, semakin lama tindak KDRT dibiarkan, dampaknya akan semakin besar. Selain trauma dan cedera secara fisik, korban KDRT pun berisiko lebih besar mengalami gangguan kesehatan mental, seperti depresi, gangguan kecemasan, atau kecanduan alkohol dan obat-obatan terlarang. Pada kondisi ini, ia mungkin akan merasa putus asa hingga timbul keinginan untuk bunuh diri atau mengakhiri hidupnya.

Tidak hanya terhadap korban, anak yang menyaksikan tindak kekerasan dalam rumah tangga pun bisa berdampak. Ia bisa melakukan tindak kekerasan yang sama pada saat dewasa nantinya atau berpikir bahwa kekerasan merupakan hal yang wajar dilakukan dalam suatu hubungan.

Langkah-langkah menghadapi KDRT yang tepat

Oleh karena itu, bila Anda merasa menjadi korban KDRT, Anda perlu memahami bahwa Anda tidaklah sendirian, dan tindakan ini pun bukanlah hasil dari kesalahan Anda. Setelah itu, Anda bisa mengikuti langkah-langkah di bawah ini untuk membantu Anda mengatasi kekerasan dalam rumah tangga dan meninggalkan hubungan yang abusive ini:

  • Memberi tahu orang lain yang dipercaya, seperti teman, tetangga, rekan kerja, atau anggota keluarga yang lain.
  • Mengamankan bukti menjadi korban KDRT. Bukti bisa berupa foto luka, atau rekaman atau email yang mengancam dari pelaku.
  • Menghubungi hotline terkait KDRT, seperti Komnas Perempuan di 021-3903963 atau email ke pengaduan@komnasperempuan.go.id, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di 021-380539 atau email ke pengaduan@kemenpppa.go.id, atau Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di 021-3900833 atau email ke pengaduan@kpai.go.id.
  • Membuat rencana untuk keluar rumah secara aman dan cari tempat tinggal lain yang lebih aman.
  • Melaporkan kejadian kepada kepolisian, baik di lokasi tempat korban berada maupun di dekat tempat kejadian perkara.
  • Melakukan terapi, terutama konseling pernikahan, untuk membantu memulihkan kondisi.

Selain itu, bila Anda melihat orang lain mengalami tindak kekerasan dalam rumah tangga, termasuk terhadap anak, maka penting untuk membantu korban. Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2004 pasal 15, setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya KDRT wajib melakukan upaya sesuai dengan batas kemampuannya, seperti:

  • Mencegah berlangsungnya tindak pidana.
  • Memberikan perlindungan kepada korban.
  • Memberikan pertolongan darurat.
  • Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.

Cek Kadar Alkohol Dalam Darah

The post Pahami Apa Itu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Cara Tepat Menghadapinya appeared first on Hello Sehat.



from Hello Sehat https://ift.tt/3sR90Js
via IFTTT

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pahami Apa Itu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Cara Tepat Menghadapinya"

Posting Komentar