Pengalaman Keguguran Berulang Membuat Saya Hampir Putus Asa
Pengalaman keguguran saya pertama kali terjadi ketika usia kandungan baru berumur 10 minggu. Pendarahan terjadi ketika saya berada di toilet kantor. Hari itu juga saya dilarikan ke rumah sakit. Saya tak pernah menyangka akan mengalami keguguran, bukan hanya sekali, melainkan dua kali. Pengalaman keguguran berulang cukup membuat saya trauma.
Upaya kehamilan berikutnya saya persiapkan dengan lebih matang dan sehat. Inilah kisah saya.
Pengalaman keguguran kali pertama
Tak lama setelah menikah saya pun positif hamil. Melihat dua garis tertera pada test pack di pagi itu membuat saya dan suami bukan alang-kepalang bahagia. Saya segera memeriksakannya ke dokter kandungan. Ternyata kehamilan saya sudah berusia 4 minggu.
Saya tak menyadarinya sebab selama ini saya tak merasakan gejala mual atau morning sickness. Hal tersebut berlangsung hingga minggu-minggu berikutnya. Aktivitas sehari-hari saya pun tak ada perubahan, pulang dan pergi menggunakan kereta seperti biasa.
Pada saat kehamilan saya berusia 8 minggu, saya kembali melakukan kontrol dan USG (ultrasonografi). Saya tak sabar mendengar detak jantung si kecil dan melihat perumbuhannya di dalam perut saya. Dengan harap-harap cemas saya pergi ke dokter kandungan.
Namun harapan saya tak terwujud saat itu. Tak ada suara detak jantung terdengar, tak juga tampak janin saya berkembang. Hanya layar hitam. Kata dokter, bayinya belum terlihat dan itu bukan masalah serius. Hal tersebut umum terjadi.
Saya tahu, umumnya suara detak jantung bayi dalam kandungan bisa mulai terdengar ketika usia kehamilan 7 minggu. Berbagai pikiran buruk seketika hinggap di pikiran, namun saya acuhkan. Toh dokter bilang hal itu bukanlah masalah serius. Saya terus berharap dan berdoa semoga tak ada hal buruk terjadi pada kandungan saya.
Harapan saya itu runtuh ketika saya mengalami pendarahan ketika usia kehamilan 10 minggu. Pendarahan itu terjadi ketika saya tengah bekerja. Saya pun langsung ke rumah sakit terdekat dari kantor saya.
Selama 2 jam saya harus menunggu hingga dokter datang. Setelah itu saya melakukan USG transvaginal untuk memeriksa kondisi organ-organ reproduksi saya.
“Janin ibu sudah nggak ada, hanya tersisa kantung kehamilannya,” ucap dokter itu pada saya. Saya dinyatakan mengalami keguguran. Saat itu saya sama sekali tak ingin memercayai apa yang saya dengar.
Tak ada sakit, nyeri, atau mulas yang saya rasakan. Dua kali hasil test pack pun menyatakan saya masih positif hamil. Saya tak percaya bahwa saya keguguran.
Dokter itu mengatakan bahwa saya harus melakukan kuretase untuk membersihkan sisa jaringan dalam rahim saya. Ia juga melanjutkan bahwa hasil test pack tetap bisa positif setelah mengalami keguguran. Hal ini dikarenakan hormon kehamilan/HCG (Human Chorionic Gonadotropin) dalam tubuh belum sepenuhnya hilang.
Saya dijadwalkan untuk melakukan kuret kehamilan dua hari kemudian. Namun hari itu saya kembali mengalami pendarahan. Gumpalan darah sebesar genggaman tangan keluar dari tubuh saya.
Dokter mengatakan bahwa itu adalah kantung kehamilan saya dan menyatakan saya mengalami abortus spontan. Abortus spontan adalah keguguran tanpa didahului tindakan tertentu yang memicunya, tanpa obat atau tindakan kuret.
Ketika saya kembali melakukan USG, tak ada apapun yang tersisa. Rahim saya sudah bersih dan tak perlu lagi melakukan kuret.
Keguguran kedua
Setelah melewati tiga bulan masa pemulihan, saya kembali positif hamil pada November 2018. Untuk menghindari keguguran berulang, dokter menganjurkan agar saya sebaiknya istirahat penuh selama 3 hari.
Namun situasi kerja membuat saya tidak nyaman untuk mengambil cuti selama 3 hari penuh. Akhirnya saya memutuskan untuk beristirahat selama satu hari saja. Apalagi saat itu saya merasa sangat sehat.
Keputusan yang saya ambil itu berbuah penyesalan kemudian.
Karena tak mengikuti anjuran dokter, saya kembali mengalami hal yang justru saya coba hindari. Pada saat usia kehamilan 8 minggu, saya mengeluarkan flek cokelat. Hari itu saya segera melakukan USG transvaginal. Dokter mengatakan bahwa janin di kandungan saya masih ada namun kondisinya sangat lemah dan rentan mengalami keguguran.
Benar saja apa yang dikatakan dokter tersebut. Beberapa hari kemudian saya kembali mengalami pendarahan hebat. Perut saya sakit dan mulas tak tertahankan. Pendarahan itu terjadi terus menerus selama satu minggu lamanya.
Kehamilan berikutnya
Pengalaman dua kali keguguran membuat saya cukup trauma dan takut untuk mencoba hamil kembali. Dokter pun menyarankan agar saya menunda kehamilan paling tidak 6 bulan untuk masa pemulihan.
Waktu tersebut kami, saya dan suami, manfaatkan untuk mengobati duka akibat kehilangan calon bayi. Saya sadar, meski ada rasa takut tapi saya tak boleh menyerah dan berputus asa. Terlebih ini bukan semata persoalan saya pribadi namun demi rumah tangga saya juga.
Memasuki bulan ketujuh, saya dan suami kembali mencoba merencanakan kehamilan selanjutnya. Saya tak ingin terus menerus terpuruk dan menyalahkan diri sendiri. Kami yakin ada cara untuk menghindari terjadinya keguguran berulang.
Keguguran berulang atau recurrent miscarriage adalah sebutan bagi yang mengalami keguguran 3 kali berturut-turut. Kondisi ini jarang terjadi dan hanya dialami oleh sekitar 1% pasangan.
Saya pun membulatkan tekad untuk mencoba kembali hamil dan menjaga kandungan sebaik mungkin.
Saya tahu kondisi keguguran sebelumnya bisa meningkatkan risiko keguguran di kehamilan berikutnya. Maka saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan saya. Selain itu saya rutin memeriksakan kesehatan dan kesuburan.
Saya menjalani beberapa pengecekan kesehatan mulai dari cek pembekuan darah, kandungan gula darah, dan infeksi TORCH (toxoplasmosis, other infections, rubella, cytomegalovirus (CMV), dan herpes). Hasil semua tes itu menyatakan bahwa saya baik-baik saja dan aman untuk kembali hamil
Dua kali keguguran yang saya alami terjadi pada trimestes pertama kehamilan. Hal itu bisa disebabkan oleh kondisi rahim lemah, ada pembekuan darah, kualitas sperma buruk, atau alasan lainnya. Namun saya belum pernah benar-benar memastikan penyebab dua kali keguguran yang saya alami.
Satu hal yang pasti, dokter mengatakan bahwa pengalaman keguguran sebelumnya tak berarti peluang saya untuk hamil dan melahirkan telah tertutup.
Awal 2020 lalu saya kembali positif hamil. Pada usia kehamilan 5 minggu saya melakukan USG transvaginal namun janin dalam tubuh saya belum bisa terlihat. Rasa takut dan bayang-bayang keguguran sebelumnya menghantui. Saya waswas.
Selama kehamilan itu saya beristirahat penuh. Tak sekalipun saya melewatkan jadwal untuk minum vitamin, obat pengencer darah, dan senantiasa mengonsumsi makanan bernutrisi.
Pada jadwal kontrol berikutnya saya merasa tak tenang. Saya sudah berusaha sebaik mungkin kali ini. Rasanya saya tak bisa menerima jika saya kembali gagal.
Namun, puji syukur akhirnya saya bisa mendengar detak jantung dan melihat perkembangan janin yang saya kandung. Saya merasa lega.
Dzikrina Farah bercerita untuk pembaca Hello Sehat.
The post Pengalaman Keguguran Berulang Membuat Saya Hampir Putus Asa appeared first on Hello Sehat.
from Hello Sehat https://ift.tt/3kpraz9
via IFTTT
0 Response to "Pengalaman Keguguran Berulang Membuat Saya Hampir Putus Asa"
Posting Komentar